News Ticker

Menu
Diberdayakan oleh Blogger.

Browsing "Older Posts"

Uniknya Pakaian Adat Aceh

Rabu, 15 April 2015 / No Comments
pakaian adat aceh.
Pria memakai BAJE MEUKASAH atau baju jas leher tertutup. Ada sulaman keemasan menghiasi krah baju.
Jas ini dilengkapi celana panjang yang disebut CEKAK MUSANG.
Kain sarung (IJA LAMGUGAP) dilipat di pinggang berkesan gagah. Kain sarung ini terbuat dari sutra yang disongket.
Sebilah rencong atau SIWAH berkepala emas / perak dan berhiaskan permata diselipkan di ikat pinggang.
Bagian kepala ditutupi kopiah yang populer disebut MAKUTUP.
Tutup kepala ini dililit oleh TANGKULOK atau TOMPOK dari emas. TANGKULOK ini terbuat dari kain tenunan. TOMPOK ialah hiasan bintang persegi 8, bertingkat, dan terbuat dari logam mulia

BAJU ADAT WANITA ACEH :
Wanita mengenakan baju kurung berlengan panjang hingga sepinggul. Krah bajunya sangat unik menyerupai krah baju khas china.
Celana cekak musang dan sarung (IJA PINGGANG) bercorak yang dilipat sampai lutut. Corak pada sarung ini bersulam emas.
Perhiasan yang dipakai : kalung disebut KULA. Ada pula hiasan lain seperti : Gelang tangan, Gelang kaki, Anting, dan ikat pinggang (PENDING) berwarna emas.
Bagian rembut ditarik ke atas membentuk sanggul kecil dengan hiasan kecil bercorak bunga

Pada jaman dulu pelapisan terhadap status sosial yang terdapat di masyarakat Aceh, khususnya daerah Aceh Barat telah menyebabkan baju adat Aceh Barat tampil dalam beragam variasi diantaranya adalah pakaian :

1. Ulee Balang, busana untuk para raja beserta keluarganya
2. Ulee Balang busana untuk Cut dan para Ulama
3. Patut-patut (pejabat negara), pakaian untuk para tokoh masyarakat cerdik pandai
4. Rakyat jelata

Busana adat Aceh yang menonjol sekarang ini adalah yang pakaian adat tradisional yang dikenakan pada saat ada upacara adat perkawinan, khususnya karena akibat munculnya kembali apresiasi masyarakat terhadap budaya ash daerah akhir-­akhir ini.

Pakaian Adat Tradisional ULOS

/ No Comments


gambar pakaian adat sumatra utara

Ulos merupakan pakaian adat dari Sumatera Utara. Ulos adalah kain tenun khas Batak, yang secara harfiah berati selimut yang menghangatkan tubuh; melindungi dari terpaan udara dingin. Ulos bisa merankan berbagai fungsi sandang, sebagai selendang, sarung, penutup kepala, dan lain sebagainya. Hari ini, Ulos masih lestari di lingkungan masyarakat Sumatera Utara. Ulos telah dengan mulus berakulturasi dengan berbagai jenis sandang modern, seperti kemeja dan jas.

Ulos dianggap sebagai peninggalan leluhur orang Batak, yang merupakan bangsa yang hidup di dataran-dataran tinggi pegunugan. Dengan maksud tetap menjaga tubuh tetap hangat, kain Ulos mereka kenakan untuk menghalau dingin selama mereka berladang dan beraktivitas lainnya. Konon, dari tradisi ini juga lahirnya uangkapan bahwa, bagi leluhur orang Batak, ada tiga sumber yang memberi kehangatan pada manusia, yakni matahari, api dan Ulos. Jika sumber panas matahari dan api terbatas oleh ruang dan waktu, maka tidak demikian dengan Ulos, yang bisa memberi kehangatan kapanpun dan dimanapun.

Ulos dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, dari mulai sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain sebagainya. Ulos dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya pada masyarakat Batak Simalungun, Ulos penutup kepala wanita disebut suri-suri, Ulos penutup badan bagian bawah bagi wanita disebut ragipane, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Ulos dalam pakaian pengantin Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut dalihan natolu, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung).

Muhar Omtatok, salah seorang Budayawan Simalungun, berpendapat bahwa, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap (Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian, Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari tren penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.

Sementara, Ulos penutup kepala pada masyarakat Batak Toba dikenal dengan sebutanSorotali.  Sortali itu sendiri adalah ikat kepala yang fungsinya seperti mahkota. Biasanya dibuat dari bahan tembaga yang disepuh dengan emas, lalu dibungkus dengan kani merah. Sortali ini digunakan pada pesta-pesta besar. Sortali digunakan laki-laki dan perempuan. Akan tetapi sama seperti ulos, penggunaan sortali tidak sembarangan dan memiliki aturan sendiri.

Masyarakat Batak Toba mengenal setidaknya 24 jenis Ulos, yakni:

    1) Pinunsaan,
    2) Ragi idup,
    3) Ragi hotang,
    4) Ragi pakko,
    5) Ragi uluan,
    6) Ragi angkola,
    7) Sibolang pamontari,
    8) Sitolu tuho nagok,
    9) Sitolu tuho bolean,
    10) Suri-suri na gok,
    11) Sirara,
    12) Bintang maratur punsa,
    13) Ragi huting,
    14) Suri-suri parompa,
    15) Sitolu tuho najempek,
    16) Bintang maratur,
    17) Ranta-ranta,
    18) Sadun toba,
    19) Simarpusoran,
    20) Mangiring,
    21) Ulutorus salendang,
    22) Sibolang resta salendang,
    23) Ulos pinarsisi, dan
    24) Ulos tutur pinggir.

Bagi sebagian pemakainya, Ulos, atau Uis menurut orang Batak Karo, lebih dari sekedar kain sandang, melainkan benda bertuah yang mengandung unsur-unsur magis. Tak jarang, Ulos dianggap memiliki daya yang mampu memberikan perlindungan pada pemakainya.

Rumah Adat jambi ( Rumah Panggung )

/ No Comments
rumah tradisional jambi.

Jambi adalah kota istana yang terbentuk semenjak hadirnya kerajaan Melayu Jambi (abad XVIII), di pinggiran sungai Batanghari. Jambi dibentuk oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat dilihat melalui bentuk-bentuk bangunan dengan suasana/setting/rona lingkungan pinggiran sungai.

Jambi pernah berada pada masa-masa pencarian identitas rumah adat. Uniknya pencarian identitas tersebut bukan karena rumah adat di Jambi telah punah, melainkan karena terlalu banyak pilihan dan harus memilih satu di antara dua jenis arsitektur rumah tertua di Jambi. Hingga kemudian pada tahun 70-an, gubernur menyelenggarakan sayembara untuk memastikan rumah adat identitas negeri “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” ini.

Dari hasil sayembara tersebut, rumah panggung yang menjadi simbol hunian tradisional masyarakat Jambi dan kita kenal hari ini adalah Rumah Panggung Kajang Leko. Sebagai bentuk dukungan langsung, Pemerintah Provinsi Jambi membangun rumah tersebut di dalam kompleks Kantor Gubernur Jambi. Dikerjakan pada tahun 1971-1974 serta memusiumkannya. Hingga hari ini kita masih mudah menemukan Rumah Panggung Kajang Leko, bahkan di luar kantor-kantor pemerintahan. Hal ini menjadi poin positif tentunya, karena masyarakat Jambi justru bereforia membangun rumah-rumah berarsitektur adat di tengah perkembangan budaya dan rongrongan kemajuan zaman.

Rumah Panggung Kajang Leko adalah konsep arsitektur dari Marga Bathin. Sampai sekarang orang Bathin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, bahkan peninggalan Kajang Leko atau Rumah Lamo pun masih bisa dinikmati keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini. Salah satu perkampungan Bathin yang masih utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang.

Tipologi Rumah Kajang Leko berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran 12 meter x 9 meter. Keunikannya terletak pada struktur konstruksi dan seni ukiran yang menghiasi bangunan. Seperti yang telah kita ketahui dan dinyatakan oleh Budihardjo (1994:57), bahwa rumah adalah aktualisasi diri yang diejawantahkan dalam bentuk kreativitas dan pemberian makna bagi kehidupan penghuninya. Selain itu rumah adalah cerminan diri, yang disebut Pedro Arrupe sebagai ”Status Conferring Function”, kesuksesan seseorang tercermin dari rumah dan lingkungan tempat huniannya.

Dari segi konstruksi bubungan atap bangunan rumah panggung Kejang Lako dinamai ‘gajah mabuk’ diambil dari nama pembuat rumah yang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu orang tuanya. Bubungan tersebut dibuat menyerupai perahu dengan ujung bagian atas bubungan melengkung ke atas yang disebut potong jerambah, atau lipat kajang. Dengan atap bagian atas dinamakan kasau bentuk dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua, berfungsi untuk mencegah air hujan agar tidak masuk ke dalam rumah.

Pada bagian langit-langit ada yang dinamai tebar layar yang berfungsi sebagai dinding penutup ruang atas dan penahan rembesan tempias air hujan. Sementara ruang antara tebar layar dan bubungan atap difungsikan sebagai tempat menyimpan barang tak terpakai dinamai panteh. Dan pada bagian samping, masing-masing dinding, terbuat dari papan yang diukir. Sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang.

Rumah Panggung Kajang Lako memiliki 30 tiang yang terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam jajar, dengan panjang masing-masing 4,25 meter. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan juga sebagai tiang penyekat yang membagi ruangan menjadi 8 ruangan, dan keseluruhan ruangan tersebut memiliki ukuran dan kegunaannya masing-masing.
Delapan ruangan tersebut antara lain; Ruang pelamban letaknya berada di sebelah kiri bangunan induk. Ruangan ini menggunakan bambu belah yang telah diawetkan sebagai lantainya, dipasang agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah. Pelamban difungsikan sebagi ruang tunggu bagi tamu yang baru datang sebelum diizinkan masuk rumah. Berikutnya adalah ruang gaho, ruang ini terletak pada ujung sebelah kiri bangunan dengan posisi memanjang. Karena dalam ruang gaho terdapat dapur, tempat air dan tempat penyimpanan barang. Ruangan ini dihiasi motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho.

Di bagian depan terdapat ruang masinding. Masyarakat Jambi biasanya menggelar musyawarah adat di rungan ini, dan dipergunakan untuk tempat duduk khusus untuk kaum laki-laki. Karena ruangan ini berfungsi sebagai sarana interaksi sosial, tak heran jika kita mendapati beberapa ragam ukiran. Antara lain motif bungo tanjung yang diukirkan di bagian depan masinding. Kemudian motif tampuk manggis di atas pintu masuknya. Berikutnya kita akan menemukan motif bungo jeruk yang diukir pada luar rasuk (belandar) di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora tersbut dibuat berwarna. Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bangunan dan ruangan masinding khususnya, dengan makna filofosis menggambarkan kesuburan alam Jambi.

Setelah kita dibuat terpukau dengan ukiran-ukiran yang terdapat di ruang masinding, langsung saja kita memasuki ruang tengah. Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah Rumah Panggung Kajang Leko. Antara ruang tengah dengan ruang masinding ini tidak disekat oleh dinding. Fungsinya secara khusus, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita pada saat pelaksanaan upacara adat. Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Bathin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam. Ruangan ini dibagi lagi menjadi beberapa bagian, atara lain; ruang makan, ruang tidur anak gadis, dan ruang tidur orang tua.

Berikutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini terletak di ujung sebelah kanan Rumah Panggung Kajang Leko dengan posisi menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai pada ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada ruangan lainnya, karena berfungsi sebagai ruang utama, ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruangan balik melintang berukuran 2×9 meter, atau sama dengan luas ruang gaho. Seperti halnya ruang gaho, ruangan balik melintang pun dihiasi ragam ukiran yang berbentuk ikan yang sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan.
Sementara di bagian bawah terdapat ruang bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan abrang, atau memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya. Rumah Panggung Kajang Leko memiliki dua tangga, yaitu: tangga utama yang terdapat di sebelah kanan pelamban dan tangga penteh yang dipakai untuk naik ke penteh.

Rumah Panggung Kajang Leko adalah salah satu bentuk pengejawantahan cita rasa seni, budaya, dan keyakinan masyarakat Jambi yang tersirat mulai dari bentuk bangunan, fungsi ruangan, seni ukiran, dll. Padahal pada awal peradaban manusia, fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi gangguan alam dan binatang. Namun sejalan dengan peradaban, fungsi rumah berkembang sebagai sumber rasa aman dan kenyamanan. Secara sosial rumah juga berfungsi sebagai tatus simbol dan ukuran kemakmuran. Kini keberadaan Rumah Panggung Kajang Leko juga digunakan sebagai sarana investasi, pariwisata, dan sumber penilitian akademiki.

Rumah Kebaya Merupakan Rumah Adat Betawi

/ No Comments
gambar rumah adat betawi
Apa yang terlintas dari benak Anda jika mendengar kata “Kebaya”? Boleh jadi yang pertama terpikirkan adalah pakaian nasional Indonesia. Hal tersebut tidak keliru. Hanya saja, jika Anda berpikir istilah “Kebaya” hanya untuk pakaian, Anda salah. Sebab rumah adat Betawi juga bernama Kebaya. Selain Kebaya, Betawi juga sesungguhnya memiliki rumah adat lain yang dikenal dengan nama rumah Gudang.

Seperti apa rumah Kebaya? Dalam situs www.Jakarta.go.id, dijelaskan bahwa bentuk yang menonjol dari rumah yang satu ini adalah atapnya yang serupa perisai landai. Atap ini diteruskan bersama dengan atau pun pelana yang juga lebih landai, utamanya di bagian teras rumah. Rumah Kebaya ini ada yang rapat menapak tanah namun ada juga yang memiliki tiang, seperti rumah tokoh Betawi: Si Pitung.

Rumah Kebaya ini juga banyak disebut dengan nama Rumah Bapang. Ciri utama lain dari rumah adat Betawi ini adalah teras rumah yang terbilang luas. Teras tersebut merupakan tempat kursi untuk tetamu serta bale-bale diletakkan. Jika Anda sering menyaksikan drama Si Doel Anak Sekolahan, tentu teras tersebut akan sangat mudah dibayangkan.

Apa lagi yang khas dari rumah Kebaya? Jawabannya adalah pagar yang mengelilingi teras depan rumah. Pagar ini membuat rumah semi terbuka. Umumnya tingginya mencapai 80 cm. Melangkah lebih dalam ke badan rumah, kita akan memnjumpai ruang keluarga, kamar tidur, kamar mandi, dapur serta teras extra di belakang rumah. Umumnya rumah adat Betawi dilengkapi dengan pekarangan yang luas. Dahulu, pekarangan tersebut juga dijadikan tempat untuk memakamkan anggota keluarga.

Lantas bagaimana dengan rumah Gudang? Kurang lebih sama dengan Kebaya, hanya berbeda dari atapnya saja, semacam ada variasi dengan hadirnya atap kecil di depan rumah. Adapun bagian-bagian lainnya, kurang lebih sama dengan rumah Kebaya. Namun secara umum, rumah adat Betawi secara resmi yang disebut adalah rumah Kebaya.

Bagian-bagian Rumah Kebaya
Jika ditelaah, bagian-bagian rumah adat Betawi juga mencerminkan sistem hirearki. Ruang-ruang yang ada di bagian depan rumah merupakan area semi publik, sedangkan ruangan yang letaknya di bagian dalam rumah merupakan area privat. Adapun bagian-bagian tersebut antara lain:

  1. Teras depan tempat kursi untuk tetamu serta bale-bale untuk bersantai dikenal juga dengan nama Amben. Ruang ini banyak digunakan oleh anggota keluarga.
  2. Lantai pada teras depan ini diberi nama Gejogan. Ia wajib dibersihkan sebagai wujud penghormatan pada tamu. Gejogan atau lantai teras ini dianggap sakral oleh masyarakat Betawi sebab berhubungan langsung dengan tangga bernama balaksuji, pengubung rumah dengan area luar.
  3. Ruangan selanjutnya adalah kamar tamu yang juga dikenal dengan nama Paseban.
  4. Bagian selanjutnya dari rumah adat Betawi ini adalah Pangkeng. Ia merupakan ruang keluarga yang dipisahkan oleh dinding-dinding kamar.
  5. Selanjutnya adalah ruang-ruang lain yang difungsikan sebagai ruang tidur.
  6. Terakhir adalah dapur yang letaknya paling belakang. Dapur bagi orang Betawi dikenal dengan nama Srondoyan.

Rumah Adat NAD ( Rumoh Aceh )

/ No Comments
gambar rumah adat aceh.

 Rumah adat Nangro Aceh Darussalam atau disebut juga Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki tinggi beragam sesuai dengan arsitektur si pembuatnya. Namun pada kebiasaannya memiliki ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Untuk memasukinya harus menaikit beberapa anak tangga. Terdiri dari tiga atau lima ruangan di dalamnya, untuk ruang utama sering disebut dengan rambat.
Rumoh Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe lima ruang memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik dari keluarga Raja-raja Pidie, Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga sering disebut dengan rumoh Aceh besar. Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga utama rumoh Aceh sendiri berukuran 20 - 35 cm.
Biasanya tinggi pintu sekitar 120 - 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah.Saat berada di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tikar.


Bagian-bagian Rumoh Aceh
Pada bagian bawah rumah atau disebut dengan yup moh bisa digunakan untuk menyimpan berbagai benda, seperti penumbuk padi dan tempat menyimpan padi. Tidak hanya itu, bagian yup moh juga sering difungsikan sebagai tempat bermain anak-anak, membuat kain songket Aceh yang dilakoni oleh kaum perempuan, bahkan bisa dijadikan sebagai kandang untuk peliharaan seperti ayam, itik, dan kambing.

    Ruangan depan atau disebut dengan seuramoe reungeun merupakan ruangan yang tidak berbilik (berkamar-kamar). Dalam sehari-hari ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu, tempat tidur-tiduran anak laki-laki, dan tempat anak-anak belajar mengaji saat malam atau siang hari. Disaat-saat tertentu, seperti ada upacara perkawinan atau upacara kenduri, maka ruangan inilah yang menjadi tempat penjamuan tamu untuk makan bersama.
    Ruangan tengah yang disebut dengan seuramoe teungoh merupakan bagian inti dari rumoh Aceh, maka dari itu banyak pula disebut sebagai rumoh inong (rumah induk). Sedikit perbedaan dengan ruang lain, di bagian ruangan ini terlihat lebih tinggi dari ruangan lainnya, karena tempat tersebut dianggap suci, dan bersifat sangat pribadi. Di ruangan ini terdapat dua buah bilik atau kamar tidur yang terletak di kanan-kiri, posisinya menghadap ke utara atau selatan dengan pintu yang menghadap ke belakang. Di antara kedua bilik itu terdapat pula gang yang menghubungkan ruang depan dan ruang belakang. Rumoh inong biasanya sebagai tempat tidur kepala keluarga. Bila anak perempuan baru saja kawin, maka dia akan menempati rumah inong ini. Sementara orang tuanya akan pindah ke anjong. Bila ada anak perempuannya yang kawin dua orang, orang tua akan pindah ke seuramoe likot, selama belum dapat membuat rumah baru atau merombak rumahnya. Di saat upacara perkawinan, mempelai akan dipersandingkan di bagian rumoh inong, begitu juga saat ada kematian rumoh inong akan digunakan sebagai tempat untuk memandikan mayat.
    Ruangan belakang disebut seuramoe likot yang memiliki tinggi lantai yang sama dengan seuramoe reungeun, serta tidak mempunyai bilik atau sekat-sekat kamar. Fungsinya sering dipergunakan untuk dapur dan tempat makan bersama keluarga, selain itu juga dipergunakan sebagai ruang keluarga, baik untuk berbincang-bincang atau untuk melakukan kegiatan sehari-hari perempuan seperti menenun dan menyulam. Namun, ada waktunya juga dapur sering dipisah dan malah berada di bagian belakang seuramoe likot. Sehingga ruang tersebut dengan rumoh dapu (dapur) sedikit lebih rendah lagi dibanding lantai seuramoe likot. Di bagian atas sering diberi loteng yang memiliki fungsi untuk menyimpan barang-barang penting keluarga.

Tiang Rumoh Aceh berbahan kayu. Di samping itu, kayu pada rumoh Aceh digunakan pula untuk membuat toi, roek, bara, bara linteung, kuda-kuda, tuleueng rueng, indreng, dan lain sebagainya. Lantai dan dindignya terbuat dari papan. Selain itu, beberapa bahan yang digunakan untuk pembuatan Rumoh Aceh diantaranya Trieng bambu yang digunakan untuk membuat gasen (reng), alas lantai, beuleubah (tempat menyemat atap), dan lain sebagainya. Selain menggunakan bambu, adakalanya untuk membuat lantai dan dinding Rumoh Aceh menggunakan enau.

Untuk memperkuat bangunanya tidak menggunakan paku, tali pengikat yang berbahan tali ijuk, rotan, kulit pohon waru, dan terkadang menggunakan tali plastik. Adapun atapnya menggunakan daun rumbia atau kadang menggunakan daun enau. Sementara pelepah rumbia digunakan untuk membuat rak-rak dan sanding .


Filosofi dan Keunikan Rumoh Aceh
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun.

Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil.
Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
Dalam rumoh Aceh, ada beberapa motif hiasan yang dipakai, yaitu:

    Motif keagamaan yang merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
    Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh-tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah merah dan hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah;
    Motif fauna yang biasanya digunakan adalah binatang-binatang yang sering dilihat dan disukai; Motif alam digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan
    Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.

Wujud dari arsitektur rumoh Aceh merupakan pengejawantahan dari kearifan dalam menyikapi alam dan keyakinan (religiusitas) masyarakat Aceh. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan menggunakan kayu sebagai bahan dasarnya merupakan bentuk adap tasimasyarakat Aceh terhadap kondisi lingkungannya.  Secara kolektif pula, struktur rumah tradisi yang berbentuk panggung memberikan kenyamanan tersendiri kepada penghuninya. Selain itu, struktur rumah seperti itu memberikan nilai positif terhadap sistem kawalan sosial untuk menjamin keamanan, ketertiban, dan keselamatan warga gampong (kampung).


Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan. Hal itulah mengapa pembangunan yang dilakukan haruslah memenuhi beberapa persyaratan dan melalui beberapa tahapan. Persyaratan yang harus dilakukan misalnya pemilihan hari baik yang ditentukan oleh Teungku (ulama setempat), pengadaan kenduri, pengadaan kayu pilihan, dan sebagainya.
Musyawarah dengan keluarga, meminta saran kepada Teungku, dan bergotong royong dalam proses pembangunannya merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan, menanamkan rasa solidaritas antar sesama, dan penghormatan kepada adat yang berlaku. Dengan bekerjasama, permasalahan dapat diatasi dan harmoni sosial dapat terus dijaga. Dengan mendapatkan petuah dari Teungku, maka rumah yang dibangun diharapkan dapat memberikan keamanan secara jasmani dan ketentraman secara rohani. Tata ruang rumah dengan beragam jenis fungsinya merupakan simbol agar semua orang taat pada aturan.


Ada juga keunikan lainnya dari rumoh Aceh, yakni terletak pada atapnya. Tali hitam atau tali ijuk tersebut mempunyai kegunaan yang sangat berarti. Saat terjadi kebakaran misalnya yang rentan menyerang atap, maka pemilik rumah hanya perlu memotong tali tersebut. Sehingga, seluruh atap yang terhubungan atau terpusat pada tali hitam ini akan roboh dan bisa meminimalisir dampak dari musibah yang terjadi.


Dalam perkembangannya, masyarakat Aceh memiliki anggapan bahwa dalam pembuatan rumoh Aceh memiliki garis imajiner antara rumah dan Ka’bah (motif keagamaan), tetapi sebelum Islam masuk ke Aceh, arah rumah tradisional Aceh memang sudah demikian. Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh terhadap arah angin yang bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah timur ke barat atau sebaliknya.


Jika arah rumoh Aceh menghadap kearah angin, maka bangunan rumah tersebut akan mudah rubuh. Di samping itu, arah rumah menghadap ke utara-selatan juga dimaksudkan agar sinar matahari lebih mudah masuk kekamar-kamar, baik yang berada di sisi timur ataupun di sisi barat. Setelah Islam masuk ke Aceh, arah rumoh Aceh mendapatkan justifikasi keagamaan. Nilai religiusitas juga dapat dilihat pada jumlah ruang yang selalu ganjil, jumlah anak tangga yang selalu ganjil, dan keberadaan gentong air untuk membasuh kaki setiap kali hendak masuk rumoh Aceh.


Adanya bagian ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, seperti rumoh inong, ruang publik, seperti serambi depan, dan ruang khusus perempuan, seperti serambi belakang merupakan usaha untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan dan etika bermasyarakat. Keberadaan tangga untuk memasuki rumoh Aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke dalam rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat.
Apabila dirumah tidak ada anggota keluarga yang laki-laki, maka (pantang dan tabu) bagi tamu yang bukan keluarga dekat (baca: muhrim) untuk naik ke rumah. Dengan demikian, reunyeun juga memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antar masyarakat.


Namun saat ini, seiring perkembangan zaman yang menuntut semua hal dikerjakan secara efektif dan efisien serta semakin mahalnya biaya pembuatan dan perawatan rumoh Aceh, maka lambat laun semakin sedikit orang Aceh yang membangun rumah tradisional ini. Akibatnya, jumlah rumoh Aceh semakin hari semakin sedikit.


Masyarakat lebih memilih untuk membangun rumah modern berbahan beton yang pembuatan dan pengadaan bahannya lebih mudah dari pada rumoh Aceh yang pembuatannya lebih rumit, pengadaan bahannya lebih sulit, dan biaya perawatannya lebih mahal. Namun, ada juga orang-orang yang karena kecintaannya terhadap arsitektur warisan nenek moyang mereka ini membuat rumoh Aceh yang ditempelkan pada rumah beton mereka.

Budaya Terkait

    Rencong, Senjata Khas Aceh
    Rencong,...
    Tari Saman
    Tari Saman
    Arbab
    Arbab
    Bereguh
    Bereguh
    Bungong Jeumpa
    Bungong Jeumpa
    Celempong
    Celempong
    Geundrang
    Geundrang
    Ranup Lampuan
    Ranup Lampuan



TARI REMONG ( tari selamat datang )

Senin, 13 April 2015 / No Comments

 TARI REMONG ( JAWA TIMUR )

Tari Remo merupakan tari selamat datang khas Jawa Timur yang menggambarkan karakter dinamis Jawa Timur. Daerah-daerah yang menggunakan tarian ini diantaranya Surabaya, Jombang, Malang, dan Situbondo. Tarian ini dikemas sebagai gambaran keberanian seorang pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Makanya sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini. Tarian yang dipromosikan sekitar tahun1900 ini, pernah dimanfaatkan oleh nasionalis Indonesia untuk berkomunikasi kepada masyarakat.

Saat remo ditarikan selalu diiringi dengan musik gamelan dalam suatu gending yang terdiri dari bonang, saron, gambang, gender, slentem, siter, seruling, ketuk, kenong, kempul dan gong dan irama slendro. Biasanya menggunakan irama gending jula-juli Suroboyo tropongan. Tari remo dapat ditarikan dengan gaya wanita atau gaya pria, baik ditampilkan secara bersama-sama atau bergantian. Biasanya tari ini di tampilkan sebagai tari pembukaan dari seni ludruk atau wayang kulit.

Busana yang dikenakan masing-masing daerah di Jawa Timur untu menari remo memiliki khas tersendiri. Gaya Surabayaan atau juga Sawunggaling, penarinya mengenakan kostum yang terdiri dari bagian atas hitam yang menghadirkan pakaian abad 18, celana bludru hitam dengan hiasan emas dan batik. Di pinggang ada sebuah sabuk dan keris. Di paha kanan ada selendang menggantung sampai ke mata kaki. Sementara penari perempuan memakai sanggul di rambutnya.

Sementara busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum. Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi. Satu lagi adalah busana remong putri. Busana ini berbeda dengan gaya remong yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.

Gerakan kaki yang rancak dan dinamis menjadi karakteristik yang paling utama. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristik yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif. Meskipun tari remong dulunya seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remong pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu–tamu kenegaraan.

Selain itu, tari remong juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remong putri. Dalam pertunjukan tari remong putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

Tari masyarakat Dayak ( TARI MONONG )

/ No Comments

TARI MONONG ( KALIMANTAN BARAT ) 

 Setiap budaya tentu memiliki tarian tradisional, termasuk budaya di Kalimantan Barat. Ada beberapa tarian tradisional yang hingga kini masih dijaga kelestariannya. Berikut beberapa tarian tradisional yang ada di Kalimantan Barat.

Tari Monong sering juga disebut dengan tari Manang. Tari ini merupakan sebuah tari penyembuhan yang dapat menyembuhkan atau menangkal penyakit yang ada dalam tubuh si sakit. Dalam tarian ini penari bertindak seperti seorang dukun dengan menggunakan jampi-jampi.

Tari Monong/Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/ penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.
Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang Kabupaten Sekadau yang pada masa kini sebagai tari hiburan masyarakat atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan leluhur pada masa lalu yang berkaitan erat dengan penerimaan/penyambutan tamu/pahlawan.

Tari Berpasangan ( Tari malinting )

/ No Comments
 Tari Melinting Dari Lampung Timur

Seni Tari Melinting merupakan tarian tradisional dari peninggalan Ratu Melinting yang berada di Labuhan Meringgai Lampung Timur. Tari Melinting sudah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yaitu sejak masuknnya islam ke Indonesia. Sebagai sebuah kesenian daerah, Tari Melinting memiliki corak dan ragam berbagai variasi yang merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. Oleh karenanya kesenian ini perlu mendapatkan perhatian secara terus-menerus, teratur, dan terarah sesuai dengan perkembangan sehingga dapat memperkaya kebuyaan indonesia.
Tari Melinting adalah Tari Tradisional dari kerabat suku Lampung yang beradat Melinting diciptakan Ratu Melinting II pada abad XVI yang bergelar Pangeran Penembahan Mas. Pada abad ke-16 yaitu pada silsilah ke-2 keratuan Melinting Pangeran Penembahan Mas, pengaruh isalm mulai mendominasi tata cara Tari Melinting. Sejak disempurnakan tahun 1958, Tari Melinting dinamakan Tari Melinting Gaya Baru perkembangan yang terjadi sekarang merupakan perubahan yang agak jauh dari bentuk aslinya, baik gerak, busana, maupun aksesorisnya. Tari Melinting merupakan salah satu kesenian tari yang menggambarkan Keperkasaan dan Keagungan Keratuan Melinting. Tari Melinting merupakan Tari Adat Tradisional Keagungan Keratuan Melinting yang diciptakan oleh Ratu Melinting ini merupakan tari tradisional lepas untuk hiburan lepas untuk hiburan pelengkap pada acara Gawi Adat. Tari Melinting sebelum mengalami perkembangan penyempurnaan(tahun 1958), adalah mutlak sebagai tarian keluarga Ratu Melinting yang pementasanya hanya pada saat Gawi Adat/Keagungan Keratuan Melinting saja. Penarinya hanya sebatas putera dan puteri Ratu Melinting dan di pentaskan di Sesat/Balai Adat. Seiring dengan perkembangan zaman Tari Melinting mengalami pergeseran fungsi, yaitu merupakan tarian hiburan lepas sebagai tari penyambutan tamu Agung yang datang ke daerah Lampung. Selain itu fungsi fungsi Tari Melinting adalah sebagai pergaulan yang merupakan ungkapan rasa kegembiraan pasangan muda-mudi, penampilanya di dominasi oleh gerak yang dinamis dari penari pria, sedangkan penari wanitanya lebih halus sesuai dengan sifat kewanitaanya.
Awal keberadaanya Tari Melinting merupakan tari yang di pentaskan di lingkungan keluarga pada acara Upacara (Gawi Adat). Dalam perkembangannya tari ini dipentaskan di lapangan terbuka dan di pentaskan untuk umum. Selain itu Tari Melinting banyak mendapat kesempatan untuk dipentaskan dalam upacara-upacara penting di Indonesia.

SEJARAH
Suatu ketika, Sang Ratu telah menciptakan satu tarian yang sangat indah dan sakral. Tarian itu hanya bisa dimainkan di lingkungan istana, dan bukan karya biasa. Namanya kemudian dikenal sebagai tari melinting. Tari ini sudah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yakni sejak masuknya agama Islam ke Indonesia. Tapi dalam perkembangannnya sekarang, tari melinting belum banyak dikenal oleh masyarakat, baik di daerah Lampung sendiri maupun masyarakat nusantara.
Sejarah tari melinting berawal pada abad ke-16, yaitu pada masa silsilah kedua Keratuan Melinting Pangeran Panembahan Mas. Pada masa itu pengaruh Islam mulai mendominasi tata cara tarian, termasuk mempengaruhi tari melinting. Tarian ini terdapat di daerah Kecamatan Labuhan Maringgai, Desa Meringgai dan Wana, yang masuk wilayah Kabupaten Lampung Timur. Daerah ini tidak jauh dari pesisir lepas pantai yang berbatasan dengan Laut Jawa
Tari melinting adalah salah satu kesenian tradisional yang hidup di desa warna lampung .di lihat dari sejarah nya tari melinting merupakan tarian tradisional keagungan keratuan melinting yang di ciptakan oleh ratu melinting yaitu pangeran panembahan emas ,yang di pentaskan pada saat acara gawi adat(betawi).tari melinting tari tradisional lepas untuk hiburan pelengkap.
Tari melinting dahulu merupakan tarian keluarga ratu melinting dan hanya di pentaskan oleh keluarga ratu saja di tempat tertutup,tidak boleh di peragakan oleh sembarang orang,pementasannya pun hanya pada saat gawi adat keagungan keratuan melinting saja,dan personil nya pun hanya sebatas putra outri ratu melinting.

Tari Blambangan Cakil Asal Jawa Tengah

/ No Comments
tari blambangan calkil.
 TARI BLAMBANGAN CAKIL ( JAWA TENGAH )

Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa khususnya Jawa Tengah. Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang. Tari ini menceritakan perang antara ksatria melawan raksasa.[Ksatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas. Didalam pementasan wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga. Perang antara Ksatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan wayang.

Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan, keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan

Tari bambangan cakil merupakan seni identitas jawa tengah berasal dari surakarta dan mengambarkan peperangan kebaikan & kejahatan. tari ini mengandung nilai filosofi tinggi

dimana kejahatan,kesombongan,kecongkakan dsb tidak ada artinya karna akan tertumpas habis oleh kebaikan.

tari ini begitu artistik,biasanya dimainkan oleh wanita (berperan sbg arjuna) dan laki laki (berperan sbg cakil). durasinya 20 menit, fungsi tari ini untuk hiburan dan upacara

Tari ini merupakan (petikan) drama wayang orang, berasal dari Jawa Tengah yang diambil dari Epos Mahabarata. Bentuk tarinya dapat juga disebut sebagai Wireng. Karena ditarikan tanpa menggunakan antawacana (percakapan).Tarian ini menggambarkan adegan peperangan antara seorang ksatria Pandawa, melawan Cakil (seorang tokoh raksasa). Istilah Bambangan digunakan untuk menyebut para ksatria keluarga

Pandawa, yang dalam tarinya mempergunakan ragam tari halus yang dipakai untuk tokoh ksatria seperti Abimanyu, Sumitra dan sebagainya. Peperangan berakhir dengan tewasnya Cakil, akibat tertusuk kerisnya sendiri. Kalau bambangan mempergunakan tari ragam alusan, maka Cakil dibawakan dengan ragam tari bapang. Tari ini mempergunakan iringan gending Srepegan, Ladrang Cluntang Sampak Laras Slendro.Makna yang menyelubungi Tari Bambangan Cakil hanya bisa dicari dengan tidak melepaskan kisah awal yang dijadikan sumber acuan tarian tersebut, yaitu perang kembangan.

dan menggambarkan peperangan antara kebaikan dan kejahatan. Tari ini mengandung nilai filosofi yang tinggi, dimana kejahatan, kesombongan, kecongkakan& sebagainya ternyata tidak ada artinya, karena akan tertumpas habis oleh kebaikan.Pada bentuk ketigadengan pola gerak perang hingga Cakil mati. Tarian itu terkandung makna filosofis bahwa yang benar pasti menang. tarian itu memiliki makna yang dalam, yaitu kebenaran akan selalu menang.

Hebohnya Tari Reog Ponorogo

/ No Comments

 REOG PONOROGO

Satu diantara banyak seni tarian di Jawa Timur yang masih terus dilestarikan adalah reog. Seni ini berasal dari bagian barat laut. Ponorogo dianggap sebagai kota asal reog sebenarnya, sehingga disebut dengan Reog Ponorogo. Salah satu budaya Indonesia ini kental dengan hal-hal berbau mistis, sehingga sering diidentikkan dengan dunia hitam, dunia kekuatan supranatural.
Permainan seni reog selalu diiringi dengan musik tradisional atau disebut juga dengan gamelan. Peralatan musik yang biasanya digunakan sebagai pengiring reog yaitu gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.

Masyarakat biasanya mementaskan reog saat acara khitanan, pernikahan, hari-hari besar nasional, dan festival tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Ponorogo. Festival tersebut terdiri dari Festival Reog Nasional, Festival Reog Mini Nasional dan Pertunjukan pada Bulan Purnama yang diselenggarakan di alun-alun Ponorogo. Festival Reog Nasional selalu dilaksanakan setiap tahun menjelang bulan Muharam atau dalam traidisi Jawa disebut dengan bulan Suro. Pertunjukan ini merupakan rentetan acara–acara Grebeg Suro dan Ulang Tahun Kota Ponorogo.

Grebeg Suro merupakan event budaya tersebar di kabupaten Ponorogo yang diselenggarakan dalam rangka menyongsong Tahun Baru Islam atau Tahun baru Saka yang sering dikenal sebagai tanggal satu Suro. Pagelaran kesenian Reog akbar ini bertaraf nasional sehingga pesertanya pun berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan pernah yang berasal dari luar negeri. Pertujukan ini menjadi salah satu andalan pemerintah daerah Ponorogo dalam meningkatkan daya tarik bagi wisatawan lokal maupun manca negara.
Demikian pula dengan dengan Festival Reog Mini tingkat nasional. Seluruh pesertanya adalah generasi muda atau golongan remaja. Mereka rata–rata masih duduk dibangku sekolah di tingkat SD atau SMP. Mereka adalah generasi penerus kesenian Reog yang nampaknya semakin berkembang. Pola kegiatannya hampir sama dengan Festival Reog Nasional, hanya saja yang berbeda adalah peserta, selain itu waktu pelaksanaannya adalah bulan Agustus.

Agenda pertunjukan kesenian reog yang lain dan tak kalah ramai dari pengunjung adalah pertunjukan Reog Bulan Purnama. Pentas ini rutin dilaksanakan bertepatan dengan malam bulam purnama. Peserta dari pentas ini adalah grup–grup lokal yang diwakilkan melalui kecamatan – kecamatan. Biasanya pentas ini disertai dengan beberapa pertunjukan tari garapan dari Sanggar seni di ponorogo atau kesenian lainnya.

Pementasan Reog Ponorogo
Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian dua sampai tiga tarian pembukaan. Enam sampai delapan pria gagah berani dengan pakaian serba hitam dan muka dipoles warna merah membawakan tarian pertamanya. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Selanjutnya enam sampai delapan gadis yang menaiki kuda melanjutkan tarian reog. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki berpakaian wanita. Biasanya, sebagai tarian pembukanya, beberapa anak kecil membawakan tarian dengan berbagai adegan lucu. Tarian ini disebut Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah mereka membawakan tarian pembukaan, ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka mereka menampilkan adegan percintaan. Bila acara khitanan, biasanya cerita pendekar.

Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang, kadang-kadang dengan penonton. Terkadang bila seorang pemain yang sedang pentas kelelahan dapat digantikan oleh yang lain. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penonton. Adegan terakhir adalah singa barong. Pemain memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topengnya bisa mencapai 50-60 kg. Mereka membawa topeng tersebut dengan giginya. Kemampuan membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diperoleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Asal Mula Reog

Meski terdapat berbagai versi terkait asal mula reog, tapi cerita yang paling populer dan berkembang di masyarakat adalah cerita tentang pemberontakan seorang abdi kerajaan pada masa kerajaan Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bernama Ki Ageng Kutu Suryonggalan. Bhre Kertabhumi merupakan raja Majapahit yang berkuasa pada abad ke-15.
Raja ini sangat korup dan tidak pernah memenuhi kewajiban layaknya seorang raja, sehingga membuat Ki Ageng Kutu murka kepada sang raja. Apalagi terhadap permaisurinya yang keturunan Cina itu memiliki pengaruh kuat terhadap kerajaan. Bukan hanya itu saja, rekan-rekan permaisurinya yang keturunan Cina mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Ki Ageng Kutu memandang, kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Lalu dia meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan yang mengajarkan seni bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan kepada anak-anak muda. Harapannya, anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sukur-sukur bisa melakukan perlawanan terhadap kerajaan.
Hanya saja, Ki Ageng Kutu menyadari, bahwa pasukannya terlalu kecil melakukan perlawanan terhadap pasukan kerajaan. Maka dari itu, Ki Ageng Kutu hanya bisa menyampaikan pesan dan sindirian melalui pertunjukan seni Reog. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog. Seni reog digunakan oleh Ki Ageng Kutu sebagai sarana mengumpulkan massa untuk melakukan perlawanan terhadap kerajaan. Hal terpenting adalah sebagao saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu untuk menyindirnya.
Dalam pertunjukannya, ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai \\\"Singa barong\\\". Kemudian topeng berbentuk raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi. Diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya. Jatilan, diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit. Ini menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tokohnya disebut dengan Jathil. Sementara Warok adalah orang yang memiliki tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih.


Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Meski begitu, kesenian Reog sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning Namun, di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan \\\"kerasukan\\\" saat mementaskan tariannya.

Versi lainnya mengenai asal-usul Reog adalah cerita tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya. Sang Prabu ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia bernama Pujangganong. Sang prabu menemukan pujaan hatinya, ia jatuh hatu kepada putri Kediri yang bernama Dewi Sanggalangit. Putri Kediri ini mau menerima Prabu Kelana asal dengan satu syarat, sang prabu harus bisa menciptakan sebuah kesenian baru. Diciptakanlah kesenian tersebut yang dikenal dengan reog dengan memasukan unsur mistis yang kekuatan spiritual, sehingga memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo.


Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
Namun, perubahan zaman dan perilaku manusia menyebabkan terjadinya pergeseran makna yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo. Masyarakat Ponorogo saat ini mengganggap kesenian reog merupakan pelengkap dari sebuah acara atau hanya berupa sebuah hiburan saja. Misalnya pementaasan reog dilombakan pada acara-acara tertentu untuk memeriahkan acara tersebut, salah satunya perlombaan dalam festival.


Mengenal Suku Tengger

/ No Comments


 BUDAYA DAN SEJARAH SUKU TENGGER
Menurut mitos atau legenda yang berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putri dari Raja Brawijaya dengan Joko Seger putra seorang Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng” dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda tentang Roro Anteng dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di Tengger.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang Jawa yang pada saat itu hidup pada masa kejayaan Majapahit. Saat masuknya Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan antara Islam dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali dan pedalaman di sekitar Gunung Bromo dan Semeru. Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.

DESKRIPSI LOKASI

Suku bangsa Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman gunung Bromo yang terletak di kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Berdasarkan persebaran bahasa dan pola kehidupan sosial masyarakat, daerah persebaran suku Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang, (Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo.

UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN

1. BAHASA
Bahasa yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasai budaya yang khas. Kekhasan ini bisa dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.

2. PENGETAHUAN
Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.

3. TEKNOLOGI
Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestik maupun mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.

4. RELIGI
Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu, namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana. Selain agama Hindu, agama laiin yang dipeluk adalah agama Islam, Protestan, Kristen, dll. Berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianut, setiap tahun mereka melakukan upacara Kasono. Selain Kasodo, upacara lain yaitu upacara Karo, Kapat, Kapitu, Kawulo, Kasanga. Sesaji dan mantra amat kental pengaruhnya dalam masyarakat suku Tengger. Masyarakat Tengger percaya bahwa mantra-mantra yang mereka pergunakan adalah mantra-mantra putih bukan mantra hitam yang sifatnya merugikan.

5. ORGANISASI SOSIAL
PERKAWINAN. Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun. Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang diterapkan oleh siuku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu dilingkungan kerabat istri.


SISTEM KEKERABATAN.

Seperti orang Jawa lainnya, orang Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.

SISTEM KEMASYARAKATAN.

Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat administratif karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger mengangkat masyarakat lain dari luar masyarakat Tengger sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya bisa menjadi warga kehormatan di masyarakat Tengger. Masyarakat muslim Tengger biasanya tinggal di desa-desa yang agak bawah sedangkan Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di atasnya.

6. MATA PENCAHARIAN
Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang. Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel, tembakau, dan jagung. Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.

7. KESENIAN
Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya, namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.


NILAI-NILAI BUDAYA

Orang Tengger sangat dihormati oleh masyarakat Tengger karena mereka selalu hidup rukun, sederahana, dan jujur serta cinta damai. Orang Tenggr suka bekerja keras, ramah, dan takut berbuat jahat seperti mencuri karena mereka dibayangi adanya hukum karma apabila mencuri barang orang lain maka akan datang balasan yaitu hartanya akan hilang lebih banyak lagi. Orang Tengger dangat menghormati Dukun dan Tetua adat mereka.

ASPEK PEMBANGUNAN
Aspek pembangunan yang terlihat adalah pada sektor pariwisata misalnya dengan pembangunan-pembanguna akses-akses menuju gunung Bromo agar lebih mudah dijangkau oleh wisatawan. Desa Tosari merupakan salah satu pintu gerbang daerah Tengger, desa ini memanjang dari utara sampai selatan. Di tengah desa itu terdapat pasar dan tempat-tempat ibadah seperti masjid bagi umat Islam dan pura bagi umat Hindu. Selain itu terdapat pula kantor kelurahan, kantor kecamatan, dan koramil, kantor PKK, sekolah dasar, madrasah, taman-kanak-kanak, pos kesehatan, dan taman gizi serta puskesmas. Jadi desa-desa yang ada di wilayah Tengger sudah cukup maju.

Kelompok Etnik Di Nusantara ( SUKU MANDAR )

/ No Comments
suku mandar ; sulawesi barat.
 SUKU MANDAR

Suku Mandar adalah kelompok etnik di Nusantara, tersebar di seluruh pulau Sulawesi , yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara, juga tersebar di beberapa provinsi di luar sulawesi seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Malaysia.

Mandar ialah suatu kesatuan etnis yang berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu-sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Ulunna Salu). Secara etnis Pitu Ulunna Salu atau yang biasa dikenal sebagai Kondosapata tergolong ke dalam grup Toraja (Mamasa dan sebagian Mamuju), sedangkan di Pitu Ba’ba’na Binanga sendiri terdapat ragam dialek serta bahasa yang berlainan. Keempat belas kekuatan ini saling melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang Batu di Luyo.

Rumah adat suku Mandar disebut Boyang. Perayaan-perayaan adat diantaranya Sayyang Pattu'du (Kuda Menari), Passandeq (Mengarungi lautan dengan cadik sandeq), Upacara adat suku Mandar , yaitu "mappandoe' sasi" (bermandi laut). Makanan khas diantaranya Jepa, Pandeangang Peapi, Banggulung Tapa, dll.

Suku Mandar terdiri atas 17 (kerajaan) kerajaan, 7 (tujuh) kerajaan hulu yang disebut "Pitu Ulunna Salu", 7 (tujuh) kerajaan muara yang disebut "Pitu ba'bana binanga" dan 3 (tiga) kerjaan yang bergelar "Kakarunna Tiparittiqna Uhai".

Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Ulunna Salu adalah :

    Kerajaan Rante Bulahang
    Kerajaan Aralle
    Kerajaan Tabulahang
    Kerajaan Mambi
    Kerajaan Matangnga
    Kerajaan Tabang
    Kerajaan Bambang

Tujuh kerajaan yang tergabung dalam wilayah Persekutuan Pitu Baqbana Binanga adalah :

    Kerajaan Balanipa
    Kerajaan Sendana
    Kerajaan Banggae
    Kerajaan Pamboang
    Kerajaan Tapalang
    Kerajaan Mamuju
    Kerajaan Benuang

Kerajaan yang bergelar Kakaruanna Tiparittiqna Uhai atau wilayah Lembang Mapi adalah sebagai berikut :

    Kerajaan Alu
    Kerajaan Tuqbi
    Kerajaan Taramanuq

Di kerajaan-kerajaan Hulu pandai akan kondisi pegunungan sedangkan kerajaan-kerajaan Muara pandai akan kondisi lautan. Dengan batas-batas sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Pinrang, Sulawesi Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kab. Toraja, Sulawesi Selatan, sebelah utara berbatasan dengan Kota Palu, Sulawesi Tengah dan sebelah barat dengan selat Makassar.

Sepanjang sejarah kerajaan-kerajaan di Mandar, telah banyak melahirkan tokoh-tokoh pejuang dalam mempertahankan tanah melawan penjajahan VOC seperti: Imaga Daeng Rioso, Puatta i sa'adawang, Maradia Banggae, Ammana iwewang, Andi Depu, meskipun pada akhirnya wilayah Mandar berhasil direbut oleh pemerintah VOC.

Dari semangat suku Mandar yang disebut semangat "Assimandarang" sehingga pada tahun 2004 wilayah Mandar menjadi salah satu provinsi yang ada di Indonesia yaitu provinsi Sulawesi Barat.


Group Palu Toraja Sulawesi Tengah ( Suku Kulawi )

/ No Comments

SUKU KULAWI

Suku Kulawi (To Kulawi), adalah suatu masyarakat adat yang hidup di kabupaten Donggala provinsi Sulawesi Tengah.Suku Kulawi dikelompokkan ke dalam grup Palu Toraja oleh Walter Kaudern. Suku Kulawi memakai bahasa Moma, dan mereka adalah penganut agama Kristen.Dataran Lindu juga dihuni oleh suku Kulawi, meski merupakan kelompok minoritas dibanding suku lainnya. Dalam jumlah cukup menonjol, Mereka Kulawi tinggal di dusun Kalora desa Tomado. Jumlah mereka sebanyak 19 keluarga. Di wilayah ini, secara spontan mereka mulai pindah ke Lindu sejak 1980-an. Juga terdapat 6 keluarga suku Kulawi mendiami dusun Kangkuro desa Tomado.
Suku Kulawi pemukimannya tersebar di sekitar danau Lindu, dataran Kulawi, dataran Gimpu dan sekitar daerah aliran sungai Koro (sungai Lariang untuk sebutan di Sulawesi Barat dan Tawaelia di daerah Lore).
Wilayah yang dihuni oleh etnis Kulawi tersebut, telah dihuni oleh nenek moyang mereka sejak masa prasejarah. Hal ini terbukti dari beberapa temuan arkeologis yang masih dapat diamati hingga saat ini. Temuan-temuan megalitik ini, ada yang sudah berumur 3000 tahun.
Pada masa lalu, beberapa kelompok kecil suku Kulawi membentuk sebuah kerajaan yang dinamakan Kerajaan Kulawi. Setelah sekian lama berdiri, maka Kerajaan Kulawi menjadi kerajaan besar di wilayah Sulawesi Tengah.

Tahun 1905 di Bulu Momi terjadi perang antara masyarakat Kulawi melawan kolonial Belanda di bawah pimpinan seorang pahlawan Kulawi yaitu Towualangi yang juga disebut Taentorengke. Ketika perang berlangsung, pada pada saat itu pula kolonial Belanda mulai berkuasa di Kulawi untuk menjadikan Kulawi sebagai daerah kerajaan, maka pada tahun 1906 Kolonial Belanda mengangkat Towualangi menjadi raja Kulawi yang pertama. Dan oleh kolonial Belanda wilayah dataran Lindu masuk ke dalam wilayah administrasi Kerajaan Kulawi.

suku Kulawi
pic galeriwisata
Beberapa tradisi dalam masyarakat Kulawi yang saat ini masih dipertahankan, adalah adanya tradisi yang masih dipengaruhi oleh tradisi masa megalitik, antara lain pembuatan baju adat yang dibuat dari kulit kayu dengan menggunakan batu ike sebagai pemukulnya. Lalu ada upacara pemakaman yang masih menggunakan nisan berupa menhir.

Suku Kulawi memiliki beberapa tradisi kesenian budaya yang masih bertahan dan tetap dianggap penting sampai sekarang, yaitu Upacara Rakeho, yang merupakan upacara masa peralihan bagi seorang anak laki-laki dari masa anak-anak menuju dewasa. Upacara ini memiliki kegiatan memotong gigi atau meratakan gigi bagian depan atas dan bagian bawah sampai rata.

Upacara Rakeho telah menjadi tradisi di kalangan suku Kulawi yang diwariskan secara turun-temurun berdasarkan pada kepercayaan asli mereka. Meskipun, sebagian besar dari suku ini telah memeluk agama Islam dan Kristen, namun tradisi ini tetap dipertahankan hingga sekarang. Seorang anak laki-laki yang telah melewati upacara ini berarti dianggap sudah dewasa, sehingga diperbolehkan untuk membentuk sebuah keluarga atau menikah, dan dianggap memiliki kedudukan maupun hak dan kewajiban yang sama sebagaimana anggota masyarakat lainnya. Upacara ini juga bertujuan untuk mencari keselamatan dan keharmonisan bagi keluarga yang bersangkutan setelah menikah kelak.

Suku Kulawi biasanya hidup pada bidang pertanian, seperti tanaman padi di sawah dan ladang. Tanaman lain adalah menanam jagung, ubi. Selain itu mereka juga menanam kopi dan cengkeh, yang menjadi produk utama mereka yangg dijual untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Kegiatan lain adalah berburu binatang liar di sekitar hutan di dekat perkampungan suku Kulawi.

Negara Indonesia Kaya Akan Suku Dan Budaya ( Suku Dani )

/ No Comments
gambar. penduduk suku dani.
SUKU DANI

a. Sistem Kepercayaan/Religi Suku Dani

Suku bangsa Dani tinggal di Lembah Baliem, Papua. Suku Dani lebih suka disebut suku bangsa Parim/ suku bangsa Baliem. Suku bangsa Dani percaya pada roh, yaitu roh laki-laki (Suangi Ayoka) dan roh perempuan (Suangi Hosile).

Suku bangsa Dani mempercayai atou, yaitu kekuatan sakti yang berasal dari nenek moyang yang diturunkan kepada anak lelakinya. Kekuatan tersebut meliputi:

    kekuatan menjaga kebun,
    kekuatan menyembuhkan penyakit, dan
    kekuatan menyuburkan tanah.

b. Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Dani

Kekerabatan masyarakat suku bangsa Dani bersifat patrilineal, pernikahan suku bangsa Dani bersifat poligami. Keluarga batih ini tinggal di satu satuan tempat tinggal yang disebut silimo. Berdasarkan mitologi, suku bangsa Dani berasal dari sepasang suami istri yang tinggal di Kampung Maina di Lembah Baliem.

c. Sistem Politik Suku Dani

Kepala suku besar disebut ap kain. Pemimpin suku disebut watlangka. Selain itu juga terdapat pemimpin pada bidang tertentu, sebagai berikut.

    Ap Menteg adalah kepala perang.
    Ap Horeg adalah kepala suku kesuburan.
    Ap Ubalik adalah kepala suku adat.

Pemimpin dalam masyarakat Dani harus dapat menjadi panutan bagi rakyatnya. Oleh sebab itu pemimpin tersebut juga harus memiliki kemampuan, antara lain berdiplomasi, bercocok tanam, berburu, keberanian, dan ramah.
Kepala / Panglima perang Suku Dani

d. Sistem Ekonomi Suku Dani

Mata pencaharian suku bangsa Dani adalah bercocok tanam ubi kayu dan ubi jalar yang disebut hipere. Selain berkebun, mata pencaharian suku bangsa Dani adalah beternak babi. Babi dipelihara dalam kandang yang bernama wamai.

Bagi suku bangsa Dani, babi memiliki manfaat yang cukup banyak, antara lain dagingnya untuk dimakan, tulang-tulangnya untuk pisau dan hiasan, dan darahnya untuk perlengkapan upacara adat.

e. Sistem Kesenian dan kerajinan Suku Dani

Kesenian masyarakat suku bangsa Dani dapat dilihat dari cara membangun rumah dan beberapa bangunan suku bangsa Dani antara lain sebagai berikut.

    Honae adalah merupakan rumah adat suku bangsa Dani. Honae berbentuk bulat dan atapnya berasal dari rumput kering.
    Ebeai adalah rumah wanita, ebe artinya tubuh/pusat dan ai artinya rumah.
    Wamai adalah kandang babi yang berbentuk persegi panjang dan disekat sebanyak jumlah ebeai.

Kerajinan masyarakat suku bangsa Dani antara lain korok: alat sejenis parang, sege: alat sejenis tugal untuk melubangi tanah, moliage: sejenis kapak batu dengan ujung dari besi, dan wim: busur panah. Peralatan-peralatan tersebut biasanya diberi hiasan atau diukir agar nampak indah.

Suku Yang Hidup Di Alam Liar / Ganas ( SUKU ASMAT )

/ No Comments

SUKU ASMAT
  • Sejarah Suku Asmat.
Nama Asmat dikenal dunia sejak tahun 1904. Tercatat pada tahun 1770 sebuah kapal yang dinahkodai James Cook mendarat di sebuh teluk di daerah Asmat. Tiba-tiba muncul puluhan perahu lesung panjang didayungi ratusan laki-laki berkulit gelap dengan wajah dan tubuh yang diolesi warna-warna merah, hitam, dan putih. Mereka ini menyerang dan berhasil melukai serta membunuh beberapa anak buah James Cook. Berabad-abad kemudian pada tepatnya tanggal 10 Oktober 1904, Kapal SS Flamingo mendarat di suatu teluk di pesisir barat daya Irian jaya. Terulang peristiwa yang dialami oleh James Cook dan anak buahnya. Mereka didatangi oleh ratusan pendayung perahu lesung panjang berkulit gelap tersebut. Namun, kali ini tidak terjadi kontak berdarah. Sebaliknya terjadi komunikasi yang menyenangkan di antara kedua pihak. Dengan menggunakan bahasa isyarat, mereka berhasil melakukan pertukaran barang.

Sejak itu, orang mulai berdatangan ke daerah yang kemudian dikenal dengan daerah Asmat itu. Ekspedisi-ekspedisi yang pernah dilakukan di daerah ini antara lain ekspedisi yang dilakukan oleh seseorang berkebangsaan Belanda bernama Hendrik A. Lorentz pada tahun 1907 hingga 1909. Kemudian ekspedisi Inggris dipimpin oleh A.F.R Wollaston pada tahun 1912 sampai 1913.

Suku Asmat yang tersebar di pedalaman hutan-hutan dikumpulkan dan ditempatkan di perkampungan-perkampungan yang mudah dijangkau. Biasanya kampung-kampung tersebut didirikan di dekat pantai atau sepanjang tepi sungai. Dengan demikian hubungan langsung dengan Suku Asmat dapat berlangsung dengan baik. Dewasa ini, sekolah-sekolah, PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) dan rumah-rumah ibadah telah banyak juga didirikan peemrintah dalam rangka menunjang pembangunan daerah dan masayarakat Asmat.

  •     Asal Usul Suku Asmat
Menurut Pastor Zegwaard, seorang misionaris Katolik berbangsa Belanda, orang-orang Asmat mempercayai bahwa mereka berasal dari Fumeripits (Sang Pencipta). Konon, Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tidak sadarkan diri. Namun nyawanya diselamatkan oleh sekolompok burung sehingga ia kembali pulih. Kemudian ia hidup sendirian di sebeuah daerah yang baru. Karena kesepian, ia membangun sebuah rumah panjang yang diisi dengan patung-patung dari kayu hasil ukirannya sendiri. Namun ia masih merasa kesepian, kemudian ia membuat sebuah tifa yang ditabuhnya setiap hari.

Tiba-tiba, bergeraklah patung-patung kayu yang sudah dibuatnya tersebut mengikuti irama tifa yang dimainkan. Sungguh ajaib, patung-patung itu pun kemudian berubah menjadi wujud manusia yang hidup. Mereka menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaku agak terbuka dan kedua lutut bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. Semenjak itu, Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang disinggahinya, ia membangun rumah panjang dan menciptakan manusia-manusia baru yang kemudian menjadi orang-orang Asmat seperti saat ini. Bentuk tubuh orang Asmat berbeda dengan penduduk lainnya yang berdiam di pegunungan tengah atau di nagian pantai lainnya.

Tinggi badan kaum laki-laki antara 1,67 hingga 1,72 meter, sedangkan kaum perempuan tingginya antara 1,60 hingga 1,65 meter. Ciri-ciri bagian tubuh lainnya adalah bentuk kepala yang lonjong (dolichocephalic), bibir tipis, hidung mancung, dan kulit hitam. Orang Asmat pada umumnya tidak banyak menggunakan kaki untuk berjalan jauh, oleh karena itu betis mereka terlihat menjadi kecil. Namun, setiap saat mereka mendayung dengan posisi berdiri sehingga otot-otot tangan dan dadanya tampak terlihat tegap dan kuat. Tubuh kaum perempuan kelihatan kurus karena banyaknya perkerjaan yang harus mereka lakukan.

Suku Asmat berdiam di daerah-daerah yang sangat terpencil dan daerah tersebut masih merupakan alam yang ganas (liar). Mereka tinggal di pesisir barat daya Irian jaya (Papua). Mulanya, orang Asmat ini tinggal di wilayah administratif Kabupaten Merauke, yang kemudian terbagi atas 4 kecamatan, yaitu Sarwa-Erma, Agats, Ats, dan Pirimapun. (Saat ini Asmat telah masuk ke dalam kabupaten baru, yaitu kabupaten Asmat.

Jumlah penduduk di daeah Asmat tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan pada tahun 2000 ada kurang lebih 70.000 jiwa, 9.000 di antaranya bermukim di Kecamatan Pirimapun. Pertambahan penduduk sangat pesat, berkisar antara 28 samapi 84 jiwa setiap 1.000 orang.

Secara keseluruhan, angka kelahiran di pedalaman adalah 13 persen, di pesisir 9 persen. Angka kematian pun cukup tinggi, yaitu berksiar antara 21 sampai 45 jiwa tiap 1.000 orang. Pada jaman dahulu, rata-rata dua setengah persen kematian orang Asmat disebabkan oleh peperangan antar kelompok atau antar desa. Seiring berkembangnya jaman, saat ini penyebab kematian anak-anak dan bayi, terutama pada bulan-bulan pertama banyak disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, dan penyakit campak.

Perkampungan orang Asmat yang jumlahnya tidak kurang dari 120 buah tersebar dengan jarak yang saling berjauhan. Kampung mereka didirikan dengan pola memanjang di tepi-tepi sungai dan dibangun sedemikian rupa sehingga mudah mengamati musuh. Sedikitnya ada 3 kategori kampung bila dilihat dari jumlah warganya. Kampung besar, yang umumnya terletak di bagian tengah, dihuni oleh sekitar 500-1000 jiwa. Kampung di daerah pantai, rata-rata dihuni oleh sekitar 100-500 jiwa. Kampung di bagian hulu sungai, jumlah warganya lebih kecil , berpenduduk sekitar 50-90 jiwa.

Suku Asmat mempunyai kebiasaan dan adat istiadat yang khas diantaranya membuat ukiran tanpa ada sketsa dulu. Ukiran-ukiran yang dibuat oleh orang Asmat memiliki makna sebagai persembahan atau ucapan rasa syukur kepada nenek moyang. Mengukir adalah jalan untuk berinteraksi dengan leluluhur. Pesta Bis, Pesta Perah, Pesta Ulat Sagu dan pesta Topeng sebagai bentuk upaya menghindarkan diri dari musibah dan marabahaya. Selain itu, Suku Asmat juga suka berhias.

Batik Yang Mengandung Nilai-Nilai Filosofi ( BATIK CIREBON )

/ No Comments
 BATIK CIREBON

Macam batik indonesia yang berasal dari cirebon ini masuk ke dalam jenis kain batik pesisir karena jenis batik cirebon ini tumbuh dan berkembang secara mengakar di jalur pesisir pantai utara Pulau Jawa. Untuk Motif batik cirebon yang paling populer di masyarakat adalah motif kain batik Awan Mega Mendung karena jenis batik ini adalah lambang khas atau simbol dari kota Cirebon.

Batik dengan motif mega mendung pernah menjadi sampul sebuah buku yang mengupas tuntas batik edisi luar negeri yaitu Batik Design, karya seniman Belanda Pepin van Roojen.

Kekhasan motif megamendung tidak saja pada motifnya yang berupa gambar menyerupai awan dengan warna-warna tegas, tetapi juga nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam motifnya. H. Komarudin Kudiya S.IP, M.Ds, adalah Ketua Harian YBJB (Yayasan Batik Jawa Barat) menyatakan bahwa:

    “Motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh makna, sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan ditempatkan sebagaimana mestinya.”

Pernyataan diatas tidak memberikan maksud untuk membatasi penggunaan motif megamendung, namun sangat tidak disarankan jika diaplikasikan pada produk seperti sendal misalnya, dimana motif ini digunakan pada pelapis sandal di hotel-hotel.

BATIK INDRAMAYU YANG MERAYU

/ No Comments
Gambar batik indramayu motif Dermayon


















BATIK INDRAMAYU

Macam batik indonesia yang berasal dari Indramayu ini merupakan perpaduan antara budaya Sunda dan Jawa. Jenis Batik untuk daerah ini dinamakan kain batik Dermayon dimana sebagian besar pengaruh motif batik indramayu ini dari tiongkok karena mirip dengan motif liong dan lokchan.

Indahnya Batik Pekalongan .....

/ No Comments
Gambar Batik Pekalongan motif Jlamprang

BATIK PEKALONGAN

Macam batik indonesia yang berasal dari pekalongan ini memang merupakan batik paling populer di antara jenis kain batik lainnya, hal ini disebabkan wilayah Pekalongan merupakan penghasil kain batik pekalongan maupun baju batik pekalongan terbesar di Indonesia. teknik membatik yang disajikan ada tiga jenis, yaitu batik cap, batik tulis, batik dicetak mesin.

Kota batik mEmang di pekalongan kerena sana adalah pusat pengrajin dan pengusaha batik, Batik Pekalongan merupakan batik yang sangat popular di indonesia yang memiliki potensi untuk berkembang lebih besar. Batik tulis pekalongan juga berguna untuk penopang perekonomian masyarakatnya dimana corak batik Pekalongan ini sama dengan corak batik pesisir lainnya yaitu batik dermayon dari indramayu. batik pekalongan bersifat natural menyatu dengan alam, telahmenjadikannya begitu dikenal di nusantara.

Corak batik Pekalongan dipengaruhi  para pendatang Tiongkok  Belanda  tempo dulu.

Bahan kain batik tulis pekalongan sama dengan bahan kain batik tulis daerah lain dimana komponen utama batik ada. Untuk mendapatkan bahan untuk membatik, sangat mudah ditemukan karena batik merupakan penopang kehidupan warga pekalongan.

 macam-macam motif batik pekalongan mirip dengan batik Yogya dan batik Solo namun batik Pekalongan alur yang sangat bebas dan natural karena dipadu-padankan dengan banyak variasi warna yang segar. Seringkali kita menemukan macam macam batik pekalongan yang memiliki kombinasi warna yang dinamis hingga 7 warna. Batik Jlamprang merupakan motif batik Pekalongan yang paling populer dan telah menjadi salah satu nama jalan di Pekalongan. batik tulis Pekalongan maupun batik cap pekalongan dikerjakan di rumah warga sehingga sangat menyatu erat dengan kehidupan warga pekalongan itu sendiri.

Kota Pekalongan adalah surga bagi para pecinta batik nusantara karena selain kain batik pekalongan terdapat juga berbagai macam aksesoris yang bisa di padu-padankan dengan batik yang anda kenakan.